Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan manifestasi peradangan kronik pada kulit, sendi, ginjal, dan organ lainnya. Manifestasi SLE bersifat heterogen dan terjadi seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, diagnosis SLE secara dini dan akurat merupakan suatu tantangan, karena terdapat banyak kemiripan antara tanda dan gejala SLE dengan penyakit kronik lainnya.
Penggunaan kriteria klasifikasi dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit. Kriteria klasifikasi biasanya memiliki spesifisitas yang tinggi, namun sensitivitasnya cenderung yang lebih rendah. Di sisi lain, kriteria klasifikasi yang baik seharusnya memiliki sensitivitas yang tinggi, sehingga dapat membantu mengelompokkan berbagai manifestasi penyakit pada kondisi seperti SLE.
Kriteria klasifikasi SLE berkembang sesuai dengan semakin banyaknya ilmu yang diketahui mengenai SLE. Kriteria klasifikasi SLE pertama kali diperkenalkan oleh American Rheumatism Association (ARA) pada tahun 1971. Kriteria ini meliputi empat manifestasi kulit (ruam malar, ruam discoid, alopesia, fotosensitivitas), ulkus mulut, fenomena Raynaud, arthritis, kelainan ginjal, kelainan neurologis, serositis, kelainan hematologi, dan kelainan imunologi. Jika ditemukan adanya 4 dari 14 kriteria, pasien diklasifikasikan sebagai definite SLE. Kriteria tersebut menjadi dasar klasifikasi pasien lupus dan telah diterapkan dalam banyak penelitian klinis sejak saat itu.
Pada 1982, kriteria ARA 1971 direvisi dan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982 mulai digunakan. Menurut kriteria ACR 1982, seorang pasien diklasifikasikan sebagai penderita SLE jika ditemukan setidaknya 4 dari 11 kriteria, yang dapat terjadi secara bersamaan atau serial. Kriteria ACR 1982 menghapus alopesia dan fenomena Raynaud dalam diagnosis SLE karena sensitivitasnya kurang dari 50%. Kriteria ini mendefinisikan kelainan ginjal dengan lebih spesifik, dimana proteinuria didefinisikan sebagai protein urin persisten ³0,5 gram/hari atau urin dipstick +3 atau cellular casts (sel darah merah, hemoglobin, granular, tubular, atau campuran) pada urin. Kelainan imunologis baru meliputi antibody anti-Sm, anti-dsDNA, dan antinuclear antibody (ANA) dideskripsikan pada kriteria ini. Kriteria ACR dinilai lebih sensitif dan spesifik dibandingkan kriteria ARA karena melibatkan parameter laboratorium.
Kriteria ACR diperbarui pada tahun 1997. Revisi yang dilakukan pada kriteria ini meliputi dihapusnya Lupus Erythematosus (LE) cells dengan pertimbangan sensitivitasnya yang rendah dan parameter ini tidak banyak digunakan secara klinis. Antibodi anti-cardiolipin juga ditambahkan ke dalam daftar kelainan imunologis. Klasifikasi pasien SLE pada kriteria ACR 1997 sama dengan ACR 1982, yaitu pasien diklasifikasikan sebagai SLE apabila memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria.
Kriteria ACR 1997 digunakan secara luas di seluruh dunia selama kurang lebih 15 tahun hingga SLE International Collaborating Clinics (SLICC) berinisiatif untuk menerbitkan kriteria klasifikasi yang baru pada tahun 2012 untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada kriteria terdahulu. Salah satu masalah yang menjadi perhatian adalah terminologi “lupus kutaneus” pada kriteria ACR dinilai tumpang tindih dan tidak mencakup banyak manifestasi kutaneus pada lupus. Selain itu, masalah lain yang timbul dari klasifikasi ACR sebelumnya adalah apakah pasien yang memenuhi kriteria klinis namun tidak memenuhi kriteria imunologis tetap diklasifikasikan sebagai pasien SLE. Pertimbangan lainnya adalah nefritis lupus yang dikonfirmasi oleh pemeriksaan biopsi dengan autoantibodi lupus positif merupakan indikasi kuat untuk mendiagnosis SLE. Namun, kriteria ACR tidak dapat menklasifikasikan pasien SLE dengan hasil biopsi ginjal yang mengindikasikan nefritis lupus.
Pada kriteria klasifikasi SLICC 2012, terdapat 17 kriteria yang terdiri atas 11 kriteria klinis dan 6 kriteria imunologis. Pada kriteria SLICC 2012, kriteria lupus kutaneus diklasifikasikan menjadi lupus kutaneus akut, subakut, dan kronik. Nefritis lupus dijadikan kriteria yang berdiri sendiri, serta beberapa kriteria imunologis lainnya seperti komplemen dan antibodi antifosfolipid ditambahkan. Definisi artritis dan kelainan hematologi juga dideskripsikan dengan lebih detail. Pada kriteria SLICC 2012, pasien diklasifikasikan sebagai SLE apabila ditemukan minimal 4 kriteria (minimal 1 kriteria klinis dan 1 kriteria imunologis) ATAU terbukti nefritis lupus dari pemeriksaan biopsi dengan ANA atau anti-dsDNA positif.
Pada tahun 2019, sebuah kriteria klasifikasi yang lebih baru diterbitkan, sebagai hasil kolaborasi antara European League Against Rheumatism (EULAR) dan ACR (EULAR/ACR) untuk meningkatkan spesifisitas kriteria diagnostik SLE. Pada kriteria EULAR/ACR 2019, sebuah kriteria entri ditambahkan, yaitu titer ANA ³1:80. Selain itu, diagnosis SLE ditegakkan apabila pasien memiliki minimal 10 poin yang diakumulasikan dari 7 domain klinis dan 3 domain imunologis.
Sebuah studi oleh Tan et al membandingkan performa berbagai kriteria klasifikasi SLE pada pasien SLE di Australia. Berdasarkan penelitian tersebut, kriteria ACR 1997 memiliki spesifisitas tertinggi dan kriteria SLICC 2012 memiliki sensitivitas yang paling baik. Studi ini mengonfirmasi studi validasi kriteria EULAR/ACR 2019, dimana kriteria EULAR/ACR 2019 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan kriteria ACR 1997, namun lebih tidak sensitif apabila dibandingkan kriteria SLICC 2012. Hal ini mungkin disebabkan oleh kriteria entri ANA positif pada kriteria EULAR/ACR 2019.
Studi lainnya oleh Lu et al membandingkan kriteria ACR 1997, SLICC 2012, dan EULAR/ACR 2019 pada populasi di Tiongkok. Pada studi ini, sensitivitas kriteria SLICC 2012 dan EULAR/ACR 2019 dinilai lebih baik dibandingkan kriteria ACR 1997, namun kriteria ACR 1997 memiliki spesifisitas yang paling baik. Selain itu, kriteria SLICC 2012 dan EULAR/ACR 2019 dapat mendiagnosis SLE lebih awal apabila dibandingkan dengan kriteria ACR 1997.


(Sumber: Huang X, Zhang Q, Zhang H, Lu Q. A Contemporary Update on the Diagnosis of Systemic Lupus Erythematosus. Clin Rev Allergy Immunol. 2022;63(3):311–29)
Berbagai kriteria klasifikasi SLE memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam menegakkan diagnosis SLE. Dengan sensitivitas dan spesifisitas yang telah dibuktikan dari berbagai penelitian, pemilihan kriteria klasifikasi SLE mana yang lebih tepat kembali pada pertimbangan masing-masing klinisi. Namun, setiap kriteria klasifikasi SLE tetap mempertimbangkan manifestasi klinis pasien dan parameter imunologis yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium. Evolusi kriteria klasifikasi sejak tahun 1971 hingga saat ini membuktikan bahwa pengetahuan mengenai SLE terus berkembang secara dinamis, sehingga klinisi perlu memperbarui keilmuannya secara terus-menerus untuk dapat menegakkan diagnosis SLE dengan tepat.
Referensi
1. Rekvig OP. SLE classification criteria: Science-based icons or algorithmic distractions – an intellectually demanding dilemma. Front Immunol. 2022;13(September):1–13.
2. Larosa M, Iaccarino L, Gatto M, Punzi L, Doria A. Advances in the diagnosis and classification of systemic lupus erythematosus. Expert Rev Clin Immunol. 2016;12(12):1309–20.
3. Fonseca AR, Rodrigues MCF, Sztajnbok FR, Land MGP, De Oliveira SKF. Comparison among ACR1997, SLICC and the new EULAR/ACR classification criteria in childhood-onset systemic lupus erythematosus. Adv Rheumatol. 2019;59(1):1–9.
4. Huang X, Zhang Q, Zhang H, Lu Q. A Contemporary Update on the Diagnosis of Systemic Lupus Erythematosus. Clin Rev Allergy Immunol. 2022;63(3):311–29.
5. Tan BCH, Tang I, Bonin J, Koelmeyer R, Hoi A. The performance of different classification criteria for systemic lupus erythematosus in a real-world rheumatology department. Rheumatol (United Kingdom). 2022;61(11):4509–13.
6. Lu W, Zhong Y, Weng C, Wang Q, Tang M, Liu Z, et al. Utility of the ACR-1997, SLICC-2012 and EULAR/ACR-2019 classification criteria for systemic lupus erythematosus: A single-centre retrospective study. Lupus Sci Med. 2022;9(1):1–11.






Tinggalkan komentar