Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun yang menyerang berbagai organ dan sistemnya, ditandai dengan adanya remisi dan relaps. Dalam melakukan tatalaksana SLE, diperlukan monitoring aktivitas penyakit. Pemeriksaan darah lengkap baru-baru ini diusulkan sebagai metode yang dinilai praktis dan ekonomis untuk menilai kondisi inflamasi pada pasien SLE.
Penelitian ini mengevaluasi hubungan antara parameter hematologi dengan penyakit SLE. Hasil menunjukkan bahwa parameter hematologi pada pemeriksaan darah lengkap menjadi biomarker yang mendukung evaluasi penyakit SLE secara klinis.
Tujuan: Mengetahui neutrophil-lymphocyte ratio (NLR), platelet-lymphocyte ratio (PLR), dan systemic immune-inflammation index (SII; neutrofil x trombosit / limfosit) sebagai biomarker potensial untuk menilai aktivitas penyakit pada SLE.
Metode: Dalam case-control ini, kelompok pasien SLE dan kelompok kontrol yang sehat dievaluasi kondisi klinis, demografi, durasi penyakit, dan obat-obatan yang dikonsumsi. Aktivitas penyakit SLE dinilai dengan skor SLEDAI. Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan laju endap darah (LED), protein C-reaktif (CRP), kadar C3-C4, dan positivitas anti-dsDNA. Berdasarkan pemeriksaan darah lengkap, NLR, PLR dan SII dihitung. Korelasi antara data klinis dan laboratoris kemudian dianalisis.
Hasil: Sebanyak 68 kasus SLE (64 perempuan, 8 laki-laki) dan 69 kontrol (65 perempuan, 4 laki-laki) diikutsertakan dalam penelitian ini. Nilai LED, CRP, NLR, PLR, dan SII secara statistik lebih tinggi pada kelompok SLE dibandingkan kelompok kontrol (p<0,000). Terdapat korelasi positif yang signifikan antara skor SLEDAI dan NLR, PLR, serta SII (p = 0,01, r = 0,505; 0,414; 0,698). Peneliti menentukan nilai cut-off SII sebesar 681,3 yang memberikan sensitivitas 77% dan spesifisitas 76% untuk membedakan aktivitas penyakit SLE sebagai no-mild disease activity dan moderate-high disease activity (p<0,000, dan AUC=0,930).
Kesimpulan: Parameter hematologi dari pemeriksaan darah lengkap terbukti lebih tinggi pada kelompok SLE dibandingkan kontrol. Kuatnya korelasi antara aktivitas penyakit SLE dan kemampuan SII dalam mendiskriminasikan aktivitas penyakit menunjukkan bahwa SII dapat berfungsi sebagai biomarker yang mendukung evaluasi penyakit SLE secara klinis.






Tinggalkan komentar