Zhao et al meneliti peran inhibitor SGLT2, dalam hal ini empaglifozin, untuk melindungi fungsi ginjal pada tikus dengan lupus. Penelitian ini menunjukkan bahwa inhibitor SGLT2 bersifat renoprotektif, yang dibuktikan dengan berkurangnya kerusakan glomerulus dan tubulointerstitial setelah pemberian empagliflozin, serta meningkatnya autofagi melalui penurunan aktivitas mTORC1.

Tujuan:

Peran protektif inhibitor sodium glucose cotransporter 2 (SGLT2) pada ginjal telah diungkap dalam uji coba outcome kardiovaskular pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Namun, efek inhibitor SGLT2 pada nefritis lupus (LN) dan mekanismenya masih belum diketahui. 

Metode:

Penelitian ini menggunakan empagliflozin pada tikus MRL/lpr lupus-prone untuk mengeksplorasi potensi inhibitor SGLT2 dalam melindungi ginjal. SGLT2 knockout monoclonal podocyte cell line dibuat menggunakan sistem CRISPR/Cas9 untuk mempelajari mekanisme seluler dan molekuler. 

Hasil:

Pada tikus MRL/lpr yang diobati dengan empagliflozin, tingkat antibodi IgG anti-dsDNA spesifik, kreatinin serum, dan proteinuria secara signifikan menurun. Penilaian patologi ginjal menunjukkan bahwa kerusakan glomerulus dan tubulointerstitial berkurang setelah pemberian empagliflozin. Ekspresi SGLT2 meningkat dan berkolokasi dengan penurunan synaptopodin pada sampel biopsi ginjal dari pasien LN dan tikus MRL/lpr dengan nefritis. Inhibitor SGLT2 yaitu empagliflozin dapat mengurangi cedera podosit dengan mengurangi peradangan dan meningkatkan autofagi melalui penurunan aktivitas mTORC1. Pada 9 pasien LN yang diobati dengan inhibitor SGLT2 selama lebih dari 2 bulan, proteinuria menurun secara signifikan sebesar 29,6% hingga 96,3%, sementara laju filtrasi glomerulus (eGFR) relatif stabil selama pengobatan. 

Kesimpulan:

Studi ini mengonfirmasi efek renoprotektif inhibitor SGLT2 pada tikus lupus, memberikan lebih banyak bukti bahwa terapi non-imunosupresif dapat berguna memperbaiki fungsi ginjal pada penyakit autoimun seperti LN.

Tinggalkan komentar

Trending