Studi yang dilakukan oleh Panagiotopoulos et al meneliti pasien dengan nefritis lupus (LN) yang didiagnosis antara tahun 1992 dan 2021, kemudian menilai kejadian flare ginjal selama dilakukannya penurunan dosis dan penghentian imunosupresan (IS). Penelitian ini menunjukkan bahwa tercapainya early complete renal response, penggunaan hidroksiklorokuin yang persisten, dan pemeliharaan low disease activity yang optimal selama masa follow-up penurunan dosis dan penghentian IS adalah hal yang fundamental dalam pengobatan LN. Penulis juga menemukan bahwa outcome renal jangka panjang berkaitan dengan kejadian flare ginjal selama penurunan dosis IS.
Tujuan:
Durasi optimal pengobatan imunosupresan (IS) untuk nefritis lupus (LN) masih belum pasti. Peneliti menilai prevalensi dan prediktor penurunan dosis (tapering) dan penghentian (discontinuation atau D/C) IS pada pasien LN.
Metode:
Data dari 137 pasien kohort LN dianalisis. Peneliti menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian flare selama tapering dan setelah penghentian IS, pencapaian D/C dan waktu menuju D/C, serta outcome jangka panjang yang merugikan dengan menerapkan model regresi logistik dan linear.
Hasil:
Penurunan dosis IS dilakukan pada 111 (81%) pasien, dan D/C IS tercapai pada 67,5% pasien. Waktu yang lebih lama untuk mencapai complete renal response (CR) (OR: 1,07, p=0,046) dan SLEDAI-2K yang lebih tinggi pada inisiasi tapering (OR: 2,57, p=0,008) berhubungan dengan peningkatan risiko flare ginjal selama tapering. Penggunaan hidroksiklorokuin yang persisten (≥2/3 dari follow-up) (OR: 0,28, p=0,08) dan SLEDAI-2K yang lebih rendah 12 bulan sebelum D/C IS (OR: 1,70, p=0,013) mengurangi risiko flare pasca penghentian IS. Outcome buruk (penurunan eGFR >30%, penyakit ginjal kronis, penyakit ginjal stadium akhir, kematian) pada akhir masa follow-up (median 124 bulan) lebih sering terjadi pada pasien yang flare selama tapering IS (53% vs 16%, p<0,0038), namun tidak ada perbedaan antara pasien yang berhasil dan tidak berhasil menghentikan IS. Pada LN proliferatif, perbedaan-perbedaan tersebut serupa dengan seluruh kohort, kecuali untuk waktu D/C IS, yang terjadi 20 bulan lebih awal pada LN membranosa dibandingkan LN proliferatif (β-koef=-19,8, p=0,014).
Kesimpulan:
Tercapainya complete renal response lebih awal dan SLEDAI-2K yang lebih rendah pada awal tapering mencegah flare selama tapering IS. Penggunaan hidroksiklorokuin yang persisten dan SLEDAI-2K yang lebih rendah 12 bulan sebelum penghentian IS mencegah flare pasca penghentian IS. Flare selama tapering meningkatkan risiko outcome jangka panjang yang buruk. Penghentian IS lebih awal dapat dilakukan pada LN membranosa.






Tinggalkan komentar