Selama bertahun-tahun, tata laksana lupus lebih berfokus pada pengendalian gejala dan penanganan flare akut. Namun, pendekatan ini terbukti belum optimal dalam mencegah akumulasi kerusakan organ. Seiring perkembangan bukti ilmiah, paradigma manajemen lupus bergeser menuju pendekatan treat-to-target (T2T), dengan target terapi yang terdefinisi secara jelas, yaitu remisi klinis atau Lupus Low Disease Activity State (LLDAS). Pendekatan ini direkomendasikan dalam beberapa guideline internasional dan menjadi standar konseptual dalam praktik klinis.

Apa itu konsep Treat to Target (T2T) pada pasienlupus?

Treat-to-target adalah strategi manajemen penyakit kronik yang menekankan pada penetapan target klinis spesifik, evaluasi berkala, dan penyesuaian terapi secara sistematis hingga target tercapai dan dipertahankan. Konsep ini telah lama diterapkan pada penyakit kronik lain seperti reumatoid arthritis.

International Task Force on Treat-to-Target in SLE menegaskan bahwa tujuan utama T2T adalah menekan aktivitas penyakit serendah mungkin untuk mencegah flare dan kerusakan organ dengan tetap mempertimbangkan keamanan terapi jangka panjang. Prinsip ini kemudian diadopsi dan diperkuat dalam EULAR recommendations for the management of SLE.

Target terapi Treat to Target (T2T): Remisi dan LLDAS

Remisi Klinis

Remisi pada lupus didefinisikan sebagai tidak adanya aktivitas penyakit klinis, dengan atau tanpa terapi pemeliharaan dosis rendah. Walaupun remisi merupakan target ideal, dalam praktik sehari-hari kondisi ini sering sulit dicapai dan dipertahankan, terutama pada pasien dengan penyakit kronik atau keterlibatan organ berat.

Low Disease Activity State (LLDAS)

LLDAS didefinisikan berdasarkan kombinasi parameter klinis dan terapi, antara lain:

  • Aktivitas penyakit rendah berdasarkan SLE Disease Activity Index (SLEDAI)-2K ≤4 dengan tanpa ada keterlibatan organ mayor baru
  • Tidak ada aktivitias penyakit baru jika dibandingkan dengan assessment ontrol sebelumnya
  • Skor Safety of Estrogens in Lupus Erythematosus National Assessment (SELENA)-SLEDAI physician global assessment ≤1
  • Dosis kortikosteroid rendah (≤7,5 mg setara prednison per hari)
  • Terapi imunosupresif dan biologik dalam dosis stabil

Berbagai studi kohort menunjukkan bahwa pencapaian dan pemeliharaan LLDAS secara signifikan menurunkan risiko flare dan kerusakan organ jangka panjang (RR 0.47 | p = 0.005).

Manfaat Klinis Pendekatan T2T dan LLDAS

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pasien LES yang mencapai target T2T (remisi atau LLDAS) memiliki:

  • Penurunan frekuensi dan berat flare
  • Laju akumulasi kerusakan organ yang lebih rendah
  • Outcome jangka panjang yang lebih baik, termasuk kualitas hidup

EULAR menekankan bahwa bahkan penurunan aktivitas penyakit secara parsial menuju LLDAS sudah memberikan manfaat klinis yang bermakna dibandingkan penyakit yang tidak terkontrol.

Implementasi Treat to Target (T2T)

Berfokus pada evaluasi aktivitas penyakit dan penyesuaian terapi. Evaluasi secara berkala menggunakan indeks yang sudah terstandarisasi seperti SLEDAI. Sedangkan penyesuaian terapi disesuaikan dengan kondisi klinis pasien sesuai dengan rekomendasi dari EULAR dan IRA.

Referensi

  1. EULAR. EULAR recommendations for the management of systemic lupus erythematosus: 2023 update. Ann Rheum Dis. 2024
  2. IRA. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2025.
  3. Franklyn K, Lau CS, Navarra SV, Louthrenoo W, Lateef A, Hamijoyo L, Wahono CS, Le Chen S, Jin O, Morton S, Hoi A. Definition and initial validation of a lupus low disease activity state (LLDAS). Annals of the rheumatic diseases. 2016 Sep 1;75(9):1615-21.
  4. Van Vollenhoven RF, Mosca M, Bertsias G, Isenberg D, Kuhn A, Lerstrøm K, Aringer M, Bootsma H, Boumpas D, Bruce IN, Cervera R. Treat-to-target in systemic lupus erythematosus: recommendations from an international task force. Annals of the rheumatic diseases. 2014 Jun 1;73(6):958-67.
  5. Aringer M, Leuchten N, Schneider M. Treat to target in systemic lupus erythematosus. Rheumatic Disease Clinics. 2019 Nov 1;45(4):537-48.

Tinggalkan komentar

Trending